(Deep Learning) Modul Ajar Matematika Kelas 5 SD/MI
6 menit membaca
Share this:
Dalam pelajaran Matematika kelas 5 di Sekolah Dasar (SD/MI), yang sering kali dianggap sulit, kurikulum merdeka membuka peluang besar untuk perubahan. Intinya terletak pada pembuatan modul ajar kurikulum merdeka yang tidak hanya menyampaikan materi, tetapi juga menciptakan pengalaman belajar yang berkesan melalui metode Deep Learning.
Deep Learning dalam pendidikan lebih dari sekadar teknologi, melainkan pendekatan pengajaran yang mengedepankan pemahaman konsep, hubungan dengan kehidupan sehari-hari, dan penanaman nilai-nilai. Pendekatan tersebut biasanya terdiri dari tiga pilar utama: Mindful Learning (Pembelajaran yang Sadar), Meaningful Learning (Pembelajaran yang Bermakna), dan Joyful Learning (Pembelajaran yang Menyenangkan). Ketiga pilar tersebut bertindak sebagai acuan dalam menyusun modul ajar deep learning Matematika kelas 5 kurikulum merdeka yang mampu mengubah rasa ketakutan terhadap Matematika menjadi pemahaman yang cerah.
Memahami Tiga Pilar Deep Learning dalam Modul Ajar Matematika Kelas 5
Sebelum menyusun, sangat penting untuk memahami inti dari masing-masing pilar ini serta hubungannya dengan modul ajar deep learning Matematika kelas 5 SD/MI fase C kurikulum merdeka.
1. Mindful Learning (Pembelajaran yang Sadar)
Mindful Learning berorientasi pada metakognisi, bagaimana siswa menyadari metode belajar mereka, fokus, dan melakukan refleksi atas pemahaman mereka. Dalam Matematika, hal ini berarti siswa tidak hanya menghafal rumus “luas persegi panjang = panjang x lebar”, tetapi juga memahami mengapa rumus itu berguna, bagaimana mereka mendapatkan jawaban, dan lokasi kesalahan yang mungkin mereka buat. Modul ajar deep learning Matematika kelas 5 harus dibuat untuk memicu kesadaran tersebut melalui pertanyaan pendorong, kegiatan refleksi, dan latihan yang memerlukan perhatian sepenuhnya.
2. Meaningful Learning (Pembelajaran yang Bermakna)
Pilar ini adalah inti dari kurikulum merdeka. Matematika kelas 5 SD/MI fase C perlu dihubungkan dengan konteks kehidupan nyata, pengalaman pribadi siswa, dan pengetahuan yang sudah dimiliki. Memahami pecahan menjadi lebih berarti ketika dihubungkan dengan membagikan kue, mengukur bahan masakan, atau memahami potongan harga di toko. Modul ajar deep learning Matematika kelas 5 SD/MI perlu membangun “jembatan” antara konsep matematika yang abstrak dan kenyataan konkret yang dihadapi siswa sehari-hari. Dengan cara tersebut, pengetahuan tidak akan terlupakan setelah ujian, melainkan akan melekat dan bisa diterapkan.
3. Joyful Learning (Pembelajaran yang Menyenangkan)
Kegembiraan dalam belajar menjadi pendorong utama motivasi. Joyful Learning bukan hanya bermain atau bernyanyi, tetapi juga menciptakan lingkungan belajar di mana rasa ingin tahu berkembang, tantangan dilihat sebagai hal yang menggairahkan, dan kerja sama dihargai. Modul ajar deep learning Matematika kelas 5 SD/MI fase C harus menawarkan berbagai kegiatan, seperti bermain peran, teka-teki, proyek kelompok, dan penggunaan alat bantu yang membuat proses penyelesaian masalah matematika terasa sebagai petualangan yang menyenangkan.
Merancang Modul Ajar Deep Learning Matematika Kelas 5
Mari kita gunakan topik “Operasi Hitung Pecahan (Penjumlahan dan Pengurangan)” sebagai contoh untuk melihat bagaimana ketiga pilar ini diintegrasikan dalam modul ajar deep learning Matematika kelas 5 kurikulum merdeka.
Komponen Modul Ajar Deep Learning Kurikulum Merdeka
Tujuan Pembelajaran: Siswa dapat menyelesaikan masalah sehari-hari yang melibatkan penjumlahan dan pengurangan pecahan (termasuk pecahan campuran) dengan percaya diri.
Penilaian: Proyek “Festival Kuliner Kelas 5”, pengamatan selama kegiatan, dan lembar refleksi.
Alat dan Bahan: Kertas lipat, pita pengukur, resep masakan sederhana, gambar pizza atau kue, kalkulator, dan lembar kerja.
Langkah-Langkah Pembelajaran (Kegiatan Inti)
Fase 1: Meaningful Learning – Membangun Konteks Nyata (Permasalahan Sebenarnya)
Apersepsi: Guru memulai dengan menceritakan rencana “Festival Kuliner” di sekolah. Setiap kelompok akan membuat satu jenis makanan sederhana (misalnya: sandwich, salad buah, atau minuman).
Masalah: Setiap kelompok diberikan “resep” yang dengan sengaja menggunakan pecahan yang mempunyai penyebut yang berbeda. Contohnya, resep sandwich memerlukan 1/2 kg mentega, 1/4 kg selai, dan 2/5 kg daging asap. “Bagaimana kita bisa mengetahui total berat bahan yang dibutuhkan?” atau “Jika kita hanya memiliki 3/4 kg daging asap, berapa kg lagi yang perlu kita beli?”
Diskusi: Para siswa melakukan diskusi dalam kelompok masing-masing. Mereka mulai menyadari kesulitan mereka dalam menghitung pecahan dengan penyebut yang berbeda. Inilah saat Meaningful Learning muncul, matematika berhubungan dengan kebutuhan yang nyata dan mendesak.
Fase 2: Mindful Learning – Penjelajahan dan Pengembangan Pengetahuan
Penjelajahan Menggunakan Alat Peraga: Guru tidak segera menjelaskan cara menyamakan penyebut. Sebaliknya, siswa diberikan alat peraga seperti kertas yang dilipat menjadi bagian-bagian (1/2 , 1/3, 1/4 , 1/5, dan seterusnya). Mereka diminta untuk menggambarkan masalah pada resep menggunakan kertas ini.
Contoh: Untuk menghitung 1/2 + 1/4, siswa akan membawa selembar kertas yang mewakili 1/2 dan satu kertas lagi untuk 1/4. Mereka akan menumpuknya dan menyadari bahwa 1/2 setara dengan 2/4. Dengan ini, mereka “menemukan” konsep penyebut persekutuan terkecil (KPK) secara mandiri.
Pertanyaan Pemantik: Guru mengajukan pertanyaan seperti, “Apa yang kalian perhatikan ketika menggabungkan kertas 1/2 dan 1/4?” atau “Mengapa kita tidak bisa langsung menjumlahkan 1/2 + 1/3 tanpa mengubah bentuknya terlebih dahulu?” Pertanyaan-pertanyaan tersebu mendorong Mindful Learning, siswa tidak hanya mengerjakan, tetapi juga merenungkan alasan di balik tindakan mereka.
Penyusunan Rumus: Dari hasil penjelajahan, guru membantu siswa merumuskan langkah-langkah formal untuk penjumlahan dan pengurangan pecahan bersama. Pengetahuan dibangun dari bawah ke atas, bukan sebaliknya.
Fase 3: Joyful Learning – Belajar Dengan Senang Hati
Permainan “Pecahan Berantai”: Siswa dibagi menjadi beberapa grup. Masing-masing kelompok menerima kartu yang berisi soal penjumlahan atau pengurangan pecahan. Kelompok yang pertama kali menyelesaikan soal dengan benar akan mendapatkan “bahan makanan” simbolis (gambar atau tiruan). Kelompok yang mengumpulkan “bahan” terbanyak akan menjadi pemenangnya. Atmosfer kompetisi yang sehat ini menciptakan Joyful Learning.
Simulasi “Pasar Kecil”: Beberapa siswa berperan sebagai penjual di “pasar” dengan harga barang dalam bentuk pecahan (contohnya: 1 ½ ribu rupiah per item). Siswa lainnya berperan sebagai pembeli dengan sejumlah uang tertentu. Mereka perlu menghitung total belanja dan kembalian. Kegiatan role-play ini menjadikan latihan soal menjadi lebih menarik dan menyenangkan.
Fase 4: Integrasi (Meaningful & Mindful) – Aplikasi pada Proyek
Proyek “Festival Kuliner”: Kembali pada konteks yang sudah ada, setiap kelompok kini menghitung jumlah bahan yang diperlukan, anggaran belanja, dan pembagian porsi untuk “Festival Kuliner” mereka dengan menggunakan operasi hitung pecahan yang sudah dipelajari. Ini adalah puncak dari Meaningful Learning.
Refleksi (Mindful Learning): Setelah proyek selesai, siswa diminta untuk mengisi lembar refleksi sederhana: “Apa tantangan terbesar dalam menghitung pecahan?”, “Kapan kamu paling menikmati belajar topik ini?”, dan “Bagaimana pengetahuan ini dapat berguna di rumah?” Refleksi tersebut membantu mereka menyadari kegiatan belajar yang telah dilalui.
Silahkan download modul ajar deep learning Matematika kelas 5 kurikulum merdeka disini
Kesimpulan
Modul ajar deep learning Matematika kelas 5 SD/MI fase C dalam kurikulum merdeka bukanlah sekadar sekumpulan lembar kerja dan penjelasan materi. Ini adalah peta petualangan belajar yang dirancang dengan cermat. Dengan menggabungkan pendekatan Deep Learning, melalui Mindful Learning yang meningkatkan kesadaran berpikir, Meaningful Learning yang menghubungkan antara konsep abstrak dan nyata, serta Joyful Learning yang memicu semangat motivasi, pembelajaran matematika bisa mengalami perubahan yang mendasar. Akhirnya, inilah inti dari “Merdeka Belajar” saat matematika tidak lagi menjadi hal yang menakutkan dan bertransformasi menjadi teman dalam mengenali serta menguasai dunia.